Minggu, 6 Juni 2010 | 09:58 WIB
YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Kelompok mahasiswa Universitas Gadjah Mada "Wolfgang" berhasil mengembangkan inovasi kelas virtual untuk mengatasi keterbatasan akses pendidikan. Inovasi itu menggunakan alat bernama Multiuser Interactive Multitouch Box atau Mimbo yang bisa diaplikasikan di sekolah rumah maupun daerah terpencil.
Teknologi yang berhasil meraih juara ketiga kompetisi teknologi informasi "Imagine Cup" Indonesia 2010 ini didesain untuk menyelenggarakan kelas jarak jauh dengan menggunakan sambungan internet. Sayang, Mimbo baru sebatas menyampaikan suara dan tulisan pengajar, belum bisa digunakan untuk tatap muka antara peserta didik dan pengajar.
"Kami hanya mengambil esensi dari proses pendidikan, yaitu suara guru dan tulisannya saja," kata Ketua Tim Wolfgang Ferro Feriza di UGM, Kamis (3/6/2010). Selain Ferro, anggota kelompok lainnya adalah Iqbal Satrio Nindito, Riza Oktavian, dan Gathot Fajar.
Teknologi Mimbo terdiri atas peranti lunak dan meja layar sentuh (table touch) yang dapat digunakan empat peserta didik secara bersamaan. Peranti lunak di dalamnya terdiri atas dua aplikasi yang saling berhubungan, yaitu aplikasi untuk peserta didik dan aplikasi buat pengajar.
Untuk peserta didik, fasilitas yang tersedia mulai dari mencatat, membaca buku digital, dan berkonsultasi kepada guru. Adapun buat guru tersedia fasilitas untuk mengajar dan menilai. Selain kelas virtual, Mimbo dilengkapi perpustakaan digital yang berisi buku-buku pelajaran. Ada pula aplikasi evaluasi pelajaran untuk mengetes kemampuan murid.
Mimbo juga dilengkapi aplikasi diskusi dengan program penerjemah (translated chat room) sehingga teks yang diketikkan akan langsung diterjemahkan dalam bahasa yang diinginkan. Aplikasi ini dimaksudkan mempermudah peserta didik yang ingin berkonsultasi dengan guru di negara lain.
Iqbal Satrio Nindito mengatakan, inovasi ini semula dimaksudkan untuk mengantisipasi keterbatasan akses pendidikan di daerah terpencil. Akan tetapi, realisasi di daerah terpencil menjumpai beberapa kendala, yaitu tingginya biaya pembuatan yang mencapai sekitar Rp 400 juta untuk 120 peserta didik serta keterbatasan infrastruktur mulai dari sambungan internet maupun listrik di daerah- daerah terpencil tersebut.
Di daerah perkotaan, tutur Iqbal, Mimbo berpotensi digunakan oleh penyelenggara sekolah di rumah (home schooling) yang rata-rata berasal dari keluarga menengah ke atas.
0 comments:
Post a Comment